Saturday, March 15, 2014
Sabtu ini saya bersama satu adik laki-laki dan seorang teman berniat menyambangi 3 pulau di gugusan kepulauan seribu Jakarta. Pulau Kelor, Pulau Cipir dan Pulau Onrust yang menjadi tujuan kami. Berkat promosi salah satu agen Travel di Jakarta yang menawarkan harga murah untuk paket perjalanan ini, yupp murah karena kami hanya dikenakan biaya IDR 84K per orang.
Pagi pukul 06.00 kami berangkat dengan menggunakan jasa transportasi umum berupa Taksi dari Jatiwarna, Bekasi menuju Muara Kamal, Jakarta Barat. Sebenarnya akan lebih ekonomis jika menggunakan transportasi umum seperti Transjakarta, hanya saja karena diburu waktu jadi kami memutuskan untuk menggunakan transportasi umum privat ini.
Berangkat dari Jatiwarna Pondok Gede, kami masuk lewat Tol Jatiwarna dan keluar di pintu Tol Kamal. Dengan jalan yang lancar, kami menghabiskan waktu sekitar 1 jam hingga sampai di lokasi tujuan, Dermaga Muara Kamal, Cengkareng Jakarta Barat. Dan kami harus merogoh kocek senilai IDR 150K untuk membayar ongkos taksi dan sudah termasuk biaya Tol.
Sampai di Muara Kamal, kami disambut keadaan yang hiruk pikuk para pedagang dan pembeli ikan segar hasil tangkapan para nelayan di teluk Jakarta ini. Ya, tempat ini lebih terkenal dengan pelelangan ikannya dibanding dermaga penyebrangannya.
Jalan yang becek, bau amis dan ramainya suara pedagang yang menjajakan dagangannya menghiasi perjalanan kami menuju dermaga. Untuk itu, peserta tour ini sangat disarankan memakai sandal.
Saya melihat banyak jenis hewan laut yang menjadi komoditas para penjual. Mulai dari udang dengan ukuran kecil, ikan-ikan berukuran kecil, besar dan bahkan sangat besar banyak bergeletakan di jalanan yang beralaskan plastik ini.
Dari sekian banyak jenis ikan yang dijual, ada satu yang menarik perhatian saya. Jujur saya belum pernah melihat ikan hiu secara langsung, melainkan hanya melihatnya di TV atau museum akuarium ikan laut seperti SeaWorld. Sampai sekarang pun masih bertanya, apakah yang dijajakan ini ikan hiu? Mulut ini rasanya sudah gatal ingin bertanya dengan sang penjual, tapi keadaan jalan yang padat mengharuskan saya tetap jalan dan tidak berhenti. hemmm sayang sekali.
Kalau benar itu adalah ikan hiu, bagaimana pemerintah menindak lanjuti keadaan ini. Bukankah ikan hiu menjadi salah satu satwa air yang dilindungi? Mirisnya lagi ini di Jakarta, yang mana Duta Perlindungan Hiu adalah Wagub Jakarta itu sendiri.
Yasudah lah ya, spekulasinya jangan terlalu jauh. Ini juga saya belum yakin, ikan hiu atau ikan yang hanya mirip hiu. hehe
Akhirnya kami tiba di dermaga dimana banyak kapal-kapal nelayan terparkir berbaris di sepanjang sisi dermaga. Kapal berbendera merah putih dengan ukuran yang tidak besar ini digerakkan menggunakan tenaga diesel dengan solar sebagai bahan bakarnya.
Sayangnya pemandangan seperti ini sudah bukan menjadi hal yang aneh. Tumpukan sampah yang menggenang di air laut menjadi sesuatu yang sangat mengecewakan.
Oke, langsung aja deh cerita ke perjalanan menuju pulau Kelor.
Kapal motor yang kami tumpangi mampu menampung sekitar 25 orang. Kami duduk persis di samping knalpot si kapal lengkap ditemani dengan suara knalpot yang sangat mengganggu pendengaran. hadeuhhh salah ambil posisi tempat duduk.
Menurut mas Bonie (guide dari travel), perjalanan akan memakan waktu selama kurang lebih 40 menit.
Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan laut yang tidak kami dapatkan di darat, kapal-kapal nelayan pencari ikan bertebaran mengapung di air. Selain itu tambak-tambak nelayan yang dibuat dari rangkaian bambu juga banyak berdiri di sisi kanan dan kiri jalur yang dilewati kapal kami.
Yeyy akhirnya kami tiba juga di dermaga pulau yang ikut populer berkat pernikahan artis ternama Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan. Pulau Kelor!! Entah kenapa dinamakan begitu, tidak ada guide yang menemani kami dan tidak ada orang yang saya rasa bisa menjadi narasumber untuk menjelaskan sejarah dan seluk beluk pulau kecil ini.
Tibanya kami di pulau ini juga tidak di waktu yang pas, karena saat itu sangat banyak pengunjung lokal yang secara bersamaan sedang berada di pulau ini.
Pulau kecil tanpa penghuni ini memiliki dermaga yang cukup apik, akses jalannya pun dialasi rapi menggunakan konblok serta lengkap dengan atap yang tertutup. Setelah melewati dermaga, langkah kaki kami disambut oleh bulir-bulir lembut berwarna putih gading. Ya, pasir putih. Di pulau ini terhampar pasir putih dan potongan-potongan karang berlimpah yang sekaligus menjadi penyusun dari daratannya. Indahh...
Di pulau ini terdapat benteng peninggalan VOC yang konon dibangun pada abad 17. Bangunan berbentuk melingkar yang berdiri dengan susunan batu bata merah ini masih kokoh tegak meskipun usianya sudah ratusan tahun.
Beberapa saung untuk berteduh juga terlihat disini. Paparan teriknya matahari di pulau ini membuat pengunjung banyak mencari tempat berteduh.
Kami diberi waktu sekitar 60 menit sebelum akhirnya kembali lagi ke kapal untuk melanjutkan trip ke pulau berikutnya. Waktu satu jam ini kami gunakan untuk berfoto ria, hehe ya hanya foto-foto saja mengambil gambar dari segala sudut sampai terkesan tidak rela melewatkan satu sisi dari pulau ini. Ya pulau yang indah, satu dari seribu pulau sudah kami sambangi. hehe masih ada 999 pulau lagi yang masih menanti. hahaha tapi kali ini dicicil 3 pulau dulu deh ya..
2 pulau berikutnya di sambung ke part 2.. :)
Hari ini jejak saya tertinggal di Pulau Kelor.
Hari ini jejak saya tertinggal di Pulau Kelor.
Komentar
Posting Komentar